Purwakarta – Ketua pengurus PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Irfan Masud Imanudin, S.Pd, berharap mendapatkan pencerahan dari DPRD Purwakarta, saat melakukan audiensi, Senin (12/10/20).
“Kami
datang tidak meminta rekomendasi. Tapi kami tak ingin kecolongan, mana yang
hoaks dan mana yang tidak, terkait omnibus law? Sejauh ini rekomendasi penolakan
omnibus law yang dibuat DPRD, sudah sampai mana?” ujarnya.
Sekitar
15 orang pengurus PMII itu, diterima Wakil Ketua Komisi I Ceceng Abdul Qodir,
S.Pd.I, di Ruang Gabungan Komisi. Ceceng menjelaskan, sejatinya leading sektor
masalah ini adalah Komisi IV.
“Namun,
saya minta maaf, tidak bisa menghadirkan Pimpinan dan Komisi IV, karena sedang
melaksanakan kunjungan kerja,” jelasnya, seraya menjelaskan, rekomendasi yang
dibuat DPRD Purwakarta, sudah disampaikan ke Presiden dan DPR RI.
Ceceng
menerangkan, omnibus law merupakan undang-undang yang masih menjadi perdebatan
di kalangan para pakar. Sebenarnya, omnibus law terdiri 11 klaster, yakni antara
lain tentang perizinan, pendidikan, lingkungan hidup, ekonomi, UMKM,
ketenagakerjaan dll.
“Saya
sudah dapat materi omnibus law, dalam bentuk file PDF, isinya sebanyak 900 halaman
lebih. Tetapi mohon maaf, saya belum tuntas membaca atau mempelajarinya,
sehingga saya hanya bisa menjawab, sebatas yang saya tahu saja,” katanya.
Yang
jelas, kata Ceceng, dari omnibus law ini, pihak DPRD tentunya akan membuat turunan-turunannya
berupa Perda, yang jumlahnya tentu sangat banyak.
“Bisa
jadi satu klaster saja, ada sepuluh turunannya,” ujarnya.
Sementara
itu, menyoal tentang perizinan lingkungan dan limbah B.3 yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat, PMII menanyakan, apakah tidak sebaiknya dikelola
pemerintah daerah? Selain itu, PMII juga menyinggung soal perizinan yang harus
dimiliki oleh lembaga pendidikan, sementara banyak pesantren di pelosok yang
tidak berizin?
Ceceng
menyarankan, untuk memperdalam materi omnibus law, PMII bisa melakukan diskusi secara
teknis dengan OPD-OPD terkait. “Undang Dinas Tenga Kerja, LH, Koperasi, UMKM
dan Perdagangan, Pendidikan dan lain-lain,” tukasnya. “Komisi X DPR RI juga masih
keberatan tentang perizinan sektor pendidikan ini,” tambahnya.
Ceceng
menceritakan pengalamannya, betapa sulitnya dulu mengurus perizinan konpeksi,
sehingga sekarang banyak UMKM yang belum memiliki perizinan. Namun, lanjutnya, sekarang
ada inovasi atau kemudahan dalam pengurusan perizinan, karena menggunakan sistem
digital.
“Sekarang,
UMKM juga sudah bisa masuk rest-area,
walau milik pribadi. Padahal, dulu harus berbadan hukum CV atau lainnya,” jelasnya. “Kemudahan
perizinan, menjadi kemudahan UMKM dalam mendapatkan permodalan dari bank
seperti KUR, yang bunganya hanya 6 % per
tahun,” jelasnya, seraya menambahkan, pinjaman di bawah Rp. 50 juta tanpa harus
menggunakan agunan.
Menyinggung soal tenaga kerja, yang banyak
disoroti kaum buruh, Ceceng mengutarakan, dalam omnibus law memang perhitungan upah per jam, tapi dihitung 8 jam per hari. Ia
melanjutkan, dulu tidak ada jaminan hari tua, sekarang ada dan juga jaminan-jaminan
lain.
“Karena
itu, agar lebih mendalam materi yang digali, sebaiknya PMII juga melakukan diskusi
secara teknis dengan OPD-OPD terkait,” ujarnya, seraya berharap, PMII mau turun
ke desa-desa, guna menggali berbagai potensi desa untuk dikembangkan. (Humas DPRD).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar