Selasa, 13 Oktober 2020

PMII Harapkan Pencerahan dari DPRD Purwakarta Terkait Omnibus Law

Purwakarta – Ketua pengurus PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Irfan Masud Imanudin, S.Pd, berharap mendapatkan pencerahan dari DPRD Purwakarta, saat melakukan audiensi, Senin (12/10/20).

“Kami datang tidak meminta rekomendasi. Tapi kami tak ingin kecolongan, mana yang hoaks dan mana yang tidak, terkait omnibus law? Sejauh ini rekomendasi penolakan omnibus law yang dibuat DPRD, sudah sampai mana?” ujarnya.

Sekitar 15 orang pengurus PMII itu, diterima Wakil Ketua Komisi I Ceceng Abdul Qodir, S.Pd.I, di Ruang Gabungan Komisi. Ceceng menjelaskan, sejatinya leading sektor masalah ini adalah Komisi IV.

“Namun, saya minta maaf, tidak bisa menghadirkan Pimpinan dan Komisi IV, karena sedang melaksanakan kunjungan kerja,” jelasnya, seraya menjelaskan, rekomendasi yang dibuat DPRD Purwakarta, sudah disampaikan ke Presiden dan DPR RI.

Ceceng menerangkan, omnibus law merupakan undang-undang yang masih menjadi perdebatan di kalangan para pakar. Sebenarnya, omnibus law terdiri 11 klaster, yakni antara lain tentang perizinan, pendidikan, lingkungan hidup, ekonomi, UMKM, ketenagakerjaan dll.

“Saya sudah dapat materi omnibus law, dalam bentuk file PDF, isinya sebanyak 900 halaman lebih. Tetapi mohon maaf, saya belum tuntas membaca atau mempelajarinya, sehingga saya hanya bisa menjawab, sebatas yang saya tahu saja,” katanya.

Yang jelas, kata Ceceng, dari omnibus law ini, pihak DPRD tentunya akan membuat turunan-turunannya berupa Perda, yang jumlahnya tentu sangat banyak.

“Bisa jadi satu klaster saja, ada sepuluh turunannya,” ujarnya.

Sementara itu, menyoal tentang perizinan lingkungan dan limbah B.3 yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, PMII menanyakan, apakah tidak sebaiknya dikelola pemerintah daerah? Selain itu, PMII juga menyinggung soal perizinan yang harus dimiliki oleh lembaga pendidikan, sementara banyak pesantren di pelosok yang tidak berizin?

Ceceng menyarankan, untuk memperdalam materi omnibus law, PMII bisa melakukan diskusi secara teknis dengan OPD-OPD terkait. “Undang Dinas Tenga Kerja, LH, Koperasi, UMKM dan Perdagangan, Pendidikan dan lain-lain,” tukasnya. “Komisi X DPR RI juga masih keberatan tentang perizinan sektor pendidikan ini,” tambahnya.

Ceceng menceritakan pengalamannya, betapa sulitnya dulu mengurus perizinan konpeksi, sehingga sekarang banyak UMKM yang belum memiliki perizinan. Namun, lanjutnya, sekarang ada inovasi atau kemudahan dalam pengurusan perizinan, karena menggunakan sistem digital.

“Sekarang, UMKM juga sudah bisa masuk rest-area, walau milik pribadi. Padahal, dulu harus berbadan hukum  CV atau lainnya,” jelasnya. “Kemudahan perizinan, menjadi kemudahan UMKM dalam mendapatkan permodalan dari bank seperti KUR, yang bunganya hanya  6 % per tahun,” jelasnya, seraya menambahkan, pinjaman di bawah Rp. 50 juta tanpa harus menggunakan agunan.

 Menyinggung soal tenaga kerja, yang banyak disoroti kaum buruh, Ceceng mengutarakan, dalam omnibus law memang perhitungan  upah per jam, tapi dihitung 8 jam per hari. Ia melanjutkan, dulu tidak ada jaminan hari tua, sekarang ada dan juga jaminan-jaminan lain.

“Karena itu, agar lebih mendalam materi yang digali, sebaiknya PMII juga melakukan diskusi secara teknis dengan OPD-OPD terkait,” ujarnya, seraya berharap, PMII mau turun ke desa-desa, guna menggali berbagai potensi desa untuk dikembangkan. (Humas DPRD).

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar