Purwakarta – Pengurus
Daerah IGRA (Ikatan Guru Raudhatul Athfal) minta Bunda PAUD di Purwakarta, yang
digagas pemerintah pusat pada awal Tahun 2000 lalu dapat dihidupkan kembali.
Hal itu disampaikan Ketua IGRA Enung Siti Nurjanah, S.Pd saat beraudiensi
dengan Komisi IV DPRD Purwakarta.
Enung mengatakan, beberapa
waktu lalu Istri Wabup H. Aming, telah dilantik untuk menjadi figur Bunda PAUD
Kabupaten Purwakarta, di Gedung Sate, Jawa Barat, tapi sampai detik ini tidak
pernah terdengar kiprahnya. “Saya berharap, Komisi IV bisa memfasilitasi kami,
sehingga Bunda PAUD di Purwakarta bisa dihidupkan kembali,”ujar Enung.
PD IGRA ini diterima
Sekretaris Komisi IV DPRD Purwakarta Ir. H. Arief Kurniawan (Fraksi PKS) dan
anggota lainnya, yakni Yanthi Nurhayati,
S.Pd, Zaenal Arifin (Fraksi PKB), Zusyef Gusnawan, SE,( Fraksi Gerindra) dan
Muksin Junaedi (Fraksi di ruang Rapat Gabugan Komisi, Jumat (24/01/2020).
Aref Kurniawan memberikan
apresiasi kepada PD IGRA sekaligus berjanji akan memfasilitasi berbagai
aspirasi mereka yang disampaikan melalui DPRD. “Komisi IV sering menjadi
penampung aspirasi masyarakat, karena bidang Kesra memang erat kaitannya dengan
kepentingan masyarakat luas, ” jelasnya.
Zaenal Arifin juga menyampaikan,
pihaknya akan membahas aspirasi IGRA ini di Komisi IV dan berjanji akan menyampaikan kepada pihak
terkait, terutama dinas pendidikan. “Maklum, kita tidak mengeksekusinya
sendiri, karena pos anggarannya ada di Dinas Pendidikan,”ujarnya.
Terkait persoalan IGRA,
Muksin Junaedi mengatakan, ada dualisme pemahaman tentang dunia pendidikan.
Secara struktur organisasi IGRA ada di bawah Kementerian Agama, tapi anggaran
ada di Dinas Pendidikan.
“Artinya, kita menghadapi
persoalan di tengah-tengah persoalan yang besar. Tahun 2020 ini ada anggaran
sekitar Rp. 635 juta untuk IGRA/PAUD/TK dan sejenisnya. Tapi, seperti yang sudah-sudah ini jadi ajang
rebutan lembaga-lembaga pendidikan terkait, karena dualisme pemahaman tadi,”tuturnya.
“Dan ujung-ujungnya IGRA tak kebagian,”jelasnya.
Perlu diketahui, kata
Muksin, tugas DPRD hanya mengeplot anggaran, sedangkan eksekusinya adalah dinas
terkait. “Tupoksi kita selanjutnya hanyalah mengawasi saja,” ujarnya, seraya
menerangkan, tanpa tahu bagaimana cara dinas terkait membagi-baginya.
Seperti diamanatkan dalam
Undang-Undang, 20 % APBN adalah untuk dunia pendidikan. Namun, kenyataannya
tidak semuanya dipergunakan untuk pendidikan. Ada sebagian yang masuk ke
Kementerian Agama (Kemenag). “Nyatanya, kalau sudah masuk ke Kemenag, tidak
semuanya diperuntukkan peningkatan mutu pendidikan, tapi lebih sering untuk
alat peraga, pembangunan / perbaikan fisik gedung, mengurus persoalan haji
dsb,”terangnya.
Sementara itu, sebagaimana
diketahui Bunda PAUD adalah predikat yang diberikan kepada istri kepala
pemerintah dan kepala daerah (Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat,
Kepala Desa/Lurah) atau disandang langsung oleh kepala pemerintahan dan kepala
daerah perempuan yang merupakan penggerak utama dalam pembinaan layanan pendidikan
bagi anak usia dini.
Peran Bunda PAUD adalah
simbol sekaligus mitra utama dalam gerakan nasional PAUD berkualitas,
diharapkan dapat memotivasi msyarakat dan para pemangku kepentingan untuk
menyediakan layanan PAUD yang berkualitas. Tokoh ini di tingkat kabupaten/kota,
diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran, sosialisasi, dan pergerakan
pelaksanaan PAUD. Ironisnya, sampai sekarang banyak masyarakat yang belum
memahami konsepsi tentang Bunda PAUD ini.
Enung yang didampingi
Ketua PC IGRA se Kabupaten Purwakarta, juga menyoal tidak adanya insentif
terhadap guru-guru IGRA, padahal di daerah-daerah lain sudah ada. “Saya
berharap Komisi IV bisa memfasilitasi kami dengan melakukan study banding tentang hal ini ke daerah
tetangga seperti Karawang, lebih jauh lagi ke Jember, Jawa Timur, yang sudah
memberikan insentif kepada guru-guru IGRA,” harap Enung.
Selain itu, Enung juga
menyorot begitu maraknya lembaga Bimba (Bimbingan Belajar) anak usia dini di
Purwakarta. Mereka umumnya, menargetkan anak masuk SD sudah bisa membaca.
“Padahal, menurut pakar atau praktisi pendidikan, tidak baik memaksa anak bisa
membaca sebelum masuk SD,”jelasnya. “Sebaiknya pemerintah daerah mengatur
secara ketat tentang regulasi pendirian Bimba di Purwakarta,”tegasnya.
Ketua PD IGRA dalam kesempatan yang sama juga
mengharapkan reward dari pemeritah
daerah, karena prestasi mereka menjadi juara I Tahfidz Al’ Quran se—Jabar.
Pemberian reward, katanya, tidak mesti dalam bentuk uang, tapi bisa juga
sebagai penunjang persyaratan ketika RA tersebut akan diakreditasi.
“Sekarang ini banyak
lembaga pendidikan RA abal-abal, asal punya bangunan, tapi 8 standarisasinya
masih dipertanyakan, “ujarnya.
Diterangkannya, di
Purwakarta saat ini jumlah lembaga pendidikan RA sebanyak 227 lembaga, tapi yang
terakreditasi baru 73. Sedangkan jumlah guru 1001 orang dan guru ASN hanya 13
orang. “Sisanya adalah orang yang mengabdi demi perkembangan RA, rata-rata
lulusan S1, tapi belum tersentuh perhatian pemerintah,”ujarnya. (Humas DPRD)