Purwakarta – Warga
perumahan Bukit Kencana Residence (BKR) Cibening, Bungursari, Purwakarta
menuntut pihak PLN tidak membangun Saluran Utama Tegangan Tinggi (Sutet) di
atas perumahan mereka. Pasalnya, mereka ketakutan dampak atau risiko radiasi
yang akan ditimbulkan oleh Sutet.
Selain itu, warga juga
menuntut pembangunan fasos/fasum, terutama Tempat Pemakaman Umum (TPU) kepada
PT WAS selaku pengembang, yang selama ini dinilai belum ada. Sementara, sudah
beberapa warga setempat yang meninggal dunia dan mengalami kesulitan saat
mengurus pemakaman di TPU lain, di daerah Cibening juga.
Wakil Ketua DPRD
Purwakarta Sri Puji Utami, yang memimpin jalannya rapat dengar pendapat yang
berlangsung , Rabu (19/2/2020) itu, menyarankan kepada pihak PLN untuk mengkaji
ulang, jangan sampai merugikan warga. Rapat dengar pendapat itu selain dihadiri
puluhan warga BKR, juga dihadiri Agung Nugroho perwakilan PLN Cirebon yang
berwenang membangun Sutet, Dinas PTMSP, Distarkim, dan beberapa manajemen PT WAS.
Menurut Agung, Ketua RW setempat, sebenarnya rencana
pembangunan Sutet tidak saja melintasi perumahan BKR, tapi juga Kampung Bunder
RT 21, dan perumahan Griya Utami. Di BKR akan melintasi sekitar 300 rumah,
Kampung Bunder RT 21 sekitar 25 rumah, dan di Perum Griya Utami sekitar 50
rumah.
Pihak warga menyadari
sepenuhnya, pembangunan Sutet sudah menjadi program pemerintah yang tidak bisa
dihindari, tapi mereka menuntut agar PLN juga paham terhadap beban psikis
warga. Pasalnya, sudah menjadi rahasa umum jika Sutet menjadi momok, yang
selama ini sangat ditakutkan oleh warga.
“Mumpung belum dibangun,
kami minta rencana pembangunan Sutet ini digeser atau dipindahkan, tidak
melintasi rumah warga, tetapi melintasi kebun kosong atau tanah yang tidak
berpenghuni. Apalagi, sepengetahuan
kami, ada perubahan Site Plane awal dengan Site Plane rencana pembangunan
sekarang,”ujar Agung.
Agus Sofyan, mantan Kades
Cibening, yang turut hadir juga menyampaikan, selama ini PLN dinilai kurang
sosialisasi terhadap masyarakat atau tidak tepat sasaran ketika menyampaikan
rencana pembangunan Sutet.
Agung Nugroho, perwakilan
PLN Cirebon menyampaikan, sosialisasi sebenarnya dilakukan secara bertahap.
Pertama, kepada warga pemilik tanah, yang tanahnya terpakai Tapak Tower. Kedua,
dilakukan kepada mereka yang rumahnya akan dilintasi Sutet. Namun, nyatanya,
warga yang akan dilintasi Sutet tak pernah merasa mendapat sosialisasi tentang
itu.
Merespon soal kemungkinan
ada perubahan Site Plane awal, maka Agung Nugroho meminta waktu sampai tgl 20
Maret 2020, untuk mengkajinya kembali dengan pihak konsultan. “Kami minta
kesediaan warga dan aparat desa membantu, jika nanti kami melaksanakan Cross Check kembali di lapangan.
Soalnya, kami hanya melihat dari foto udara,”ujarnya.
Terkait TPU, Sri Puji
Utami mempertanyakan kepada Distarkim dan PTMSP, kenapa PT WAS ijin lokasi atau
IMB kedua bisa lolos, kalau TPU yang pertama belum direalisasi? Sebagaimana
diketahui, PT WAS rencana awal membangun perumahan seluas 10 Ha. Disusul kedua
membangun lagi di atas tanah seluas 9,3 Ha.
“Semestinya, PTMSP dan
Distarkim, melakukan pengawasan yang ketat, sehingga tidak mudah memberikan
perijinan,”ujarnya.”Kita memang memerlukan investor masuk ke Purwakarta, tapi
tetap harus mengikuti aturan yang ada. Kalau pengusaha ingin untung, Purwakarta
juga harus mendapatkan keuntungan dari usaha pengembang,” jelas Puji.
Menurut Eko, Direktur PT
WAS, TPU sebenarnya sudah disediakan, tapi lokasinya di Bungursari. Akan
tetapi, menurut penilaian warga setempat, lokasinya cukup jauh dan belum dalam
keadaan matang. Sedangkan menurut H. Agus, Kabid Pengelolaan Sarana dan
Penglolaan Informasi Dinas PTMSP, semestinya tanah TPU harus matang, bisa
dilalui mobil, tidak dalam keadaan miring. (
Humas DPRD )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar