Purwakarta –
Hari libur, Sabtu ( 22/2/2020). tak menjadi halangan bagi Komisi IV DPRD
Purwakarta untuk memfasilitasi tuntutan buruh PT Dada Indonesia, yang tergabung
dalam tiga serikat pekerja, yakni SPSI, KASBI, FSPMI.
Tuntutan ini
untuk kedua kalinya disampaikan, setelah pada Rabu (19/2/2020) sebelumnya
mereka melakukan aksi damai ke gedung DPRD. Namun, karena salah satu pihak
kreditur tidak hadir, sehingga belum ditemukan solusinya.
Sebagaimana
diketahui, setelah PT Dada Indonesia, yakni perusahaan garment besar yang
berlokasi di Jl. Raya Sadang – Ciwangi, Purwakarta, dinyatakan pailit beberapa
waktu lalu, ternyata menyisakan setumpuk hutang yang tidak sedikit. Baik
itu hutang berupa upah buruh dan pesangon yang belum dibayar, hutang kepada PT
Hana Bank dan PT Koexim Mandiri Finance (lembaga pembiayaan) yang mencapai
ratusan milyar.
Jika
dihitung-hitung, total hutang yang harus dibayarkan PT Dada sebesar Rp. 222 M. Rinciannya,
sisa upah yang belum dibayar Rp. 8 M, hutang pada Hana Bank sebesar Rp. 103 M,
sedang hutang pada PT Koexim Mandiri Finance sebesar Rp.56 M, sementara jumlah pesangon
masih tergantung prosentase dari hasil penjualan aset PT Dada. Masalah timbul,
karena pihak buruh berprasangka, Hana Bank akan menguasai seluruh aset PT Dada.
Menurut
keterangan masing-masing pengurus serikat pekerja, yang belum dibayar tergabung
dalam SPSI sebanyak 289 orang, yang tergabung dalam FSPMI sebanyak 333 orang,
yang tergabung dalam KASBI sebanyak 369 orang.
Pada pertemuan
kedua kalinya ini, selain Ketua Komisi IV Said Ali Azmi didampingi anggotanya
Zusyef Gusnawan, SE (Keduanya Fraksi Gerindra) juga dihadiri
Kadisnakertrans Titov Firman, perwakilan PT Hana Bank, perwakilan Kok Eksim,
juga perwakilan dari masing-masing pengurus serikat buruh.
“Kami di
sini sama sekali tidak punya kepentingan apa-apa, kecuali hanya memfasilitasi
dan untuk mencarikan solusi terbaik,” tegasnya.
Said Ali Azmi
mencoba mengurai satu demi satu persoalan dan tuntutan yang diajukan
masing-masing pihak. Disepakati kemudian, bahwa masing-masing pihak adalah
korban dari PT Dada.
“Dalam hal ini,
para buruh, PT Hana Bank, dan PT Koexim Mandiri Finance merupakan korban dari kepailitan
yang dialami PT Dada Indonesia, sehingga masing-masing punya hak yang sama,”
ujarnya.
Diterangkan
Said, aset PT Dada yang diagunkan kepada Hana Bank sebanyak 3 sertifikat tanah,
sedangkan kepada PT Koexim Mandiri Finance banyak 2 sertifikat tanah, dari keseluruhan
luas aset dan bangunan milik PT Dada sebesar 113.000 Meter. Ditambahkannya,
nilai agunan PT Dada itu jauh lebih besar dibanding hutang yang harus
dibayarkan.
Dalam pertemuan
yang cukup alot itu akhirnya disepakati 7 butir kesepakatan, antara pihak
buruh, PT Hana Bank dan PT Koexim Mandiri Finance Kesepakatan tersebut antara lain, Bank
Hana Bank diwajibkan melakukan apraisal (penilaian) ulang tentang aset PT Dada,
yang akan dikawal pihak buruh.
Apraisal yang
ditunjuk harus independen dan obyektif. Buruh diminta tidak memaksakan
kehendak. Artinya, jika apraisal mau disuruh bersumpah (pocong) dulu silahkan,
jika tidak jangan memaksakan kehendak. Jika aset PT Dada terjual, maka hak para
buruh harus dibayarkan terlebih dulu.
Kadisnakertrans
menyampaikan, pihak buruh tidak perlu ragu, karena pihaknya percaya pada
kejujuran PT Hana Bank. Disarankan pula olehnya, agar masing-masing pengurus
serikat pekerja tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus satu suara,
sehingga pertemuan hari ini tidak mentah kembali.
Sementara itu,
Said mengatakan, kalau menurut Hana Bank Aset PT Dada sebesar Rp. 180 M dan
tentunya nilai agunan di PT Koexim Mandiri Finance lebih dari Rp. 56 M, maka
persoalannya sudah bisa diselesaikan. Pasalnya, nilai agunan PT Dada memang
jauh lebih besar dibanding hutang yang harus dibayarkan.
" Kalau ada
kekurangannya, tinggal sedikit saja. Artinya, kemungkinan buruh tidak mendapat
seratus persen pesangon seperti tuntutannya, karena aset PT Dada tidak bisa
mengcover semua. Tapi ini tergantung nanti setelah aset PT Dada sudah
terjual,”ujarnya, seraya menambahkan, semoga masalah yang ditinggalkan PT Dada
dapat diselesaikan dengan baik oleh semua pihak.
Zusyef juga
menegaskan, semua pihak bisa saling mengawal mulai dari pengawasan apraisal.
Diharapkan pula olehnya, agar semua proses diharapkan berjalan secara
sistematis dan normatif. Sedangkan, terkait gaji atau upah serta pesangon sudah
ada Keputusan MK 67 tahun 2017 yang mengaturnya.
“Pengurus atau
perwakilan, tidak bisa membuat keputusan sendiri,” ujarnya. (Humas DPRD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar