Senin, 24 Februari 2020

Komisi IV DPRD Purwakarta Fasilitasi Tuntutan Buruh PT Dada Indonesi


Purwakarta – Hari libur, Sabtu ( 22/2/2020). tak menjadi halangan bagi Komisi IV DPRD Purwakarta untuk memfasilitasi tuntutan buruh PT Dada Indonesia, yang tergabung dalam tiga  serikat pekerja, yakni SPSI, KASBI, FSPMI.

Tuntutan ini untuk kedua kalinya disampaikan, setelah pada Rabu (19/2/2020) sebelumnya mereka melakukan aksi damai ke gedung DPRD. Namun, karena salah satu pihak kreditur tidak hadir, sehingga belum ditemukan solusinya.


Sebagaimana diketahui, setelah PT Dada Indonesia, yakni perusahaan garment besar yang berlokasi di Jl. Raya Sadang – Ciwangi, Purwakarta, dinyatakan pailit beberapa waktu lalu, ternyata menyisakan setumpuk hutang yang tidak sedikit.  Baik itu hutang berupa upah buruh dan pesangon yang belum dibayar, hutang kepada PT Hana Bank dan PT Koexim Mandiri Finance (lembaga pembiayaan)  yang mencapai ratusan milyar.


Jika dihitung-hitung, total hutang yang harus dibayarkan PT Dada sebesar Rp. 222 M.  Rinciannya, sisa upah yang belum dibayar Rp. 8 M, hutang pada Hana Bank sebesar Rp. 103 M, sedang hutang pada PT Koexim Mandiri Finance sebesar Rp.56 M, sementara jumlah pesangon masih tergantung prosentase dari hasil penjualan aset PT Dada. Masalah timbul, karena pihak buruh berprasangka, Hana Bank akan menguasai seluruh aset PT Dada. 


Menurut keterangan masing-masing pengurus serikat pekerja, yang belum dibayar tergabung dalam SPSI sebanyak 289 orang, yang tergabung dalam FSPMI sebanyak 333 orang, yang tergabung dalam KASBI  sebanyak 369 orang.



Pada pertemuan kedua kalinya ini, selain Ketua Komisi IV Said Ali Azmi didampingi  anggotanya Zusyef Gusnawan, SE  (Keduanya Fraksi Gerindra) juga dihadiri Kadisnakertrans Titov Firman, perwakilan PT Hana Bank, perwakilan Kok Eksim, juga perwakilan dari masing-masing pengurus serikat buruh.


 “Kami di sini sama sekali tidak punya kepentingan apa-apa, kecuali hanya memfasilitasi dan untuk mencarikan solusi terbaik,” tegasnya.


Said Ali Azmi mencoba mengurai satu demi satu persoalan dan tuntutan yang diajukan masing-masing pihak. Disepakati kemudian, bahwa masing-masing pihak adalah korban dari PT Dada.


“Dalam hal ini, para buruh, PT Hana Bank, dan PT Koexim Mandiri Finance merupakan korban dari kepailitan yang dialami PT Dada Indonesia, sehingga masing-masing punya hak yang sama,” ujarnya.

Diterangkan Said, aset PT Dada yang diagunkan kepada Hana Bank sebanyak 3 sertifikat tanah, sedangkan kepada PT Koexim Mandiri Finance banyak 2 sertifikat tanah, dari keseluruhan luas aset dan bangunan milik PT Dada sebesar 113.000 Meter. Ditambahkannya, nilai agunan PT Dada itu jauh lebih besar dibanding hutang yang harus dibayarkan.


Dalam pertemuan yang cukup alot itu akhirnya disepakati 7 butir kesepakatan, antara pihak buruh, PT Hana Bank dan PT Koexim Mandiri Finance Kesepakatan tersebut antara lain, Bank Hana Bank diwajibkan melakukan apraisal (penilaian) ulang tentang aset PT Dada, yang akan dikawal pihak buruh.


Apraisal yang ditunjuk harus independen dan obyektif. Buruh diminta tidak memaksakan kehendak. Artinya, jika apraisal mau disuruh bersumpah (pocong) dulu silahkan, jika tidak jangan memaksakan kehendak. Jika aset PT Dada terjual, maka hak para buruh harus dibayarkan terlebih dulu.


Kadisnakertrans menyampaikan, pihak buruh tidak perlu ragu, karena pihaknya percaya pada kejujuran PT Hana Bank. Disarankan pula olehnya, agar masing-masing pengurus serikat pekerja tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus satu suara, sehingga pertemuan hari ini tidak mentah kembali.


Sementara itu, Said mengatakan, kalau menurut Hana Bank Aset PT Dada sebesar Rp. 180 M dan tentunya nilai agunan di PT Koexim Mandiri Finance lebih dari Rp. 56 M, maka persoalannya sudah bisa diselesaikan. Pasalnya, nilai agunan PT Dada memang jauh lebih besar dibanding hutang yang harus dibayarkan.

" Kalau ada kekurangannya, tinggal sedikit saja. Artinya, kemungkinan buruh tidak mendapat seratus persen pesangon seperti tuntutannya, karena aset PT Dada tidak bisa mengcover semua. Tapi ini tergantung nanti setelah aset PT Dada sudah terjual,”ujarnya, seraya menambahkan, semoga masalah yang ditinggalkan PT Dada dapat diselesaikan dengan baik oleh semua pihak.


Zusyef juga menegaskan, semua pihak bisa saling mengawal mulai dari pengawasan apraisal. Diharapkan pula olehnya, agar semua proses diharapkan berjalan secara sistematis dan normatif. Sedangkan, terkait gaji atau upah serta pesangon sudah ada Keputusan MK 67 tahun 2017 yang mengaturnya.


“Pengurus atau perwakilan, tidak bisa membuat keputusan sendiri,” ujarnya. (Humas DPRD)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar