Purwakarta
- Pondok Pesantren (Ponpes)
Al-Hikamussalafiyah Cipulus, berencana mendatangkan para santriwan dan
santriwatinya, yang berdomisili di berbagai kabupaten/kota secara bergelombang,
mulai 14 Juni 2020 mendatang. Rencana mendatangkan santri kembali, berdasarkan
Surat Keputusan Dewan Kyai Ponpes itu No: 001/PP-Al-Hikam/VI/2020. Untuk itu,
Pengurus Ponpes yang memiliki sekitar 6000 santri tersebut, meminta pengarahan
dari pihak Pemda, terutama satuan Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Purwakarta.
Hal itu
diungkapkan ajengan muda Muhammad Mahmud, pada saat berdiskusi dengan Wakil
Ketua DPRD Purwakarta Hj. Neng Supartini, S.Ag dan anggota Komisi IV DPRD,
Muksin Junaedi (Fraksi Berani) dan Zaenal Arifin (Fraksi PKB), di ruang rapat
Gabkom, Senin (8/6/2020).
Hadir dalam
pertemuan itu antara lain sejumlah Pengurus Ponpes Al-Hikamussalafiyah Cipulus, Sekda Purwakarta
yang juga Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Drs. H. Iyus Permana, MM, Kepala Kemenag
Purwakarta Drs. H. Tedy Ahmad Junaedi
dan jajarannya, Kabid P2P Dinkes dr. Elita Sari dan jajarannya, serta
Ketua Forum Ponpes se-Purwakarta H. Akhtaz F, Sekretaris Forum guru ngaji
se-Purwakarta Acep Munawar (Gus Mun).
Mengawali
diskusi, Wakil Ketua DPRD Neng Supartini menjelaskan, para pengurus Ponpes Al-Hikamussalafiyah Cipulus ini sejatinya
bukan beraudiensi. Namun, meminta pertimbangan semua pihak, terutama satuan
Gugus Tugas Covid-19 tentang hal apa saja yang harus diterapkan pada saat
pembelajaran di Ponpes dilakukan.
“Kami
mengapresiasi Ponpes Al-Hikamussalafiyah
Cipulus, karena sebelum pembelajaran di Ponpes dilakukan, meminta pertimbangan
terlebih dulu dari pihak-pihak terkait. Padahal, mungkin saja ada Ponpes di
pinggiran Purwakarta yang sudah mendatangkan santrinya, tapi tidak terdeteksi
oleh kita semua,” jelasnya.
Sementara
itu, Muhammad Mahmud menerangkan, tanpa bermaksud mengecilkan peranan orang
tua, pihaknya justru mengkhawatirkan, bilamana anak santri tidak segera kembali
belajar ke Ponpes.
“Apakah
mereka selama di rumah mendirikan shalat
atau mengaji? Apakah jangan-jangan mereka justru bermain sepanjang hari?”
ujarnya bernada mengakhawatirkan menurunnya keimanan dan akhlak para santri
dimasa pandemi covid-19 ini. Lebih dari itu, lanjutnya, banyak orang tua siswa
yang menelpon ke Ponpes
Al-Hikamussalafiyah Cipulus, mempertanyakan kapan para santri boleh
belajar kembali.
Neng
Supartini menambahkan Cipulus dan Al-Muhajirin, merupakan Ponpes terbesar di
Purwakarta, yang akan menjadi barometer, bagaimana pola pembelajaran di Ponpes
sesuai AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru) atau dalam situasi New Normal ini. Oleh karenanya, Pemda harus segera merespon dan
membuat regulasi, guna mengatur dimulainya pembelajaran Ponpes di seluruh
Purwakarta.
“Saya
harapkan Sekda, sebagai perwakilan Bupati dalam diskusi ini bisa memahaminya.
Termasuk juga dalam kebijakan pengaturan anggaran, guna mendukung pelaksanaan
dimulainya pembelajaran di Ponpes, seperti penyediaan sarana wastafel, hand
sanitizer, masker, dll, yang dibutuhkan sesuai protokol kesehatan. Saya yakin,
kalau Cipulus dan Al-Muhajirin mampu secara mandiri. Tapi harus kita pikirkan
juga Ponpes level menengah ke bawah, yang jumlahnya mencapai sekitar tiga
ratusan di Purwakarta, ” harap Neng.
Sementara
itu, Muksin Junaedi, mengatakan, jangan sampai urusan keagamaan ini dibenturkan
dengan penegakan hukum selama covid-19. Sebagai pembanding, lanjutnya,
tempat-tempat wisata dan mall mulai dibuka pada saat New Normal, tentunya hal itu juga harus dapat dilakukan di Ponpes.
“Dalam
pesantren tidak melulu belajar agama, tetapi juga memiliki efek domino dalam
peningkatan ekonomi. Pasalnya, banyak Ponpes yang kehidupan pengelolanya juga
sangat tergantung pada ada tidaknya para santri,” tegasnya.
Dalam
kesempatan itu, Sekda Iyus Permana menyampaikan, pada saat pandemi covid- 19
Purwakarta melakukan PSBB Parsial dan Komunal. Dalam PSBB Parsial, ditetapkan
pengawasan ketat pada 6 kecamatan. Sedangkan PSBB Komunal pengawasan difokuskan
di 1 kecamatan, yakni Kecamatan Purwakarta, yang meliputi 9 kelurahan dan 1
desa, serta 102 RW.
“Alhamdulillah,
Purwakarta kini sudah berstatus zona biru,” ujarnya, seraya menjelaskan,
pihaknya baru saja mengikuti sosialisasi akan dimulainya New Normal di Purwakarta.
Iyus
menyarankan, sebaiknya santri yang diijinkan belajar kembali berasal dari Purwakarta
dulu. Pasalnya, kalau mendatangkan santri dari luar daerah, apalagi yang
tergolong zona merah, tentu menjadi riskan.
“Sebaiknya,
yang didatangkan para santri dari Purwakarta dulu,” sarannya, sambil berjanji
akan segera mengunjungi Ponpes Al-Hikamussalafiyah
Cipulus, guna meninjau lokasi sekaligus memberikan masukan tentang pengetrapan
protokol kesehatan.
Kepala Kemenag
Purwakarta H. Tedy Ahmad Junaedi juga menyampaikan pendapatnya, beroperasinya
pendidikan di Ponpes ini terkait dengan berbagai pihak, seperti kebijakan
Menteri Agama, Menteri Pendidikan, Menko Polhukam. Karena itu, sambil menunggu
kebijakan-kebijakan tersebut, ia berpesan, para santri yang akan didatangkan
harus benar-benar sehat.
“Para santri
hendaknya jangan datang dulu, jika mereka sedang sakit seperti flu, batuk,
sakit tenggorokan sebagaimana tanda-tanda khusus penderita covid-19,”ujarnya,
seraya menambahkan, pengurus juga harus meyakinkan kalau di sekitar
lingkungannya tidak ada yang sakit.
Soalnya, kata
Tedy, jika harus mengikuti Rapid Test secara mandiri ini tentu menjadi beban
tersendiri bagi Ponpes. Dijelaskannya, biaya Rapid Test sekitar Rp. 350 ribu
hingga Rp. 600 ribu. Sedangkan, biaya test PCR atau Swab sebesar Rp. 1,5 juta
hingga Rp. 2 juta.
Pada akhir
diskusi, Neng Supartini menyarankan, agar diadakan rapat atau diskusi kembali,
untuk menyamakan persepsi pihak-pihak terkait. (Humas DPRD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar