Purwakarta – Sejumlah masyarakat
mewakili 14 Desa di Kecamatan Bojong, melakukan audiensi dengan Komisi II DPRD
Purwakarta, Selasa (28/01/2020). Mereka yang menamakan diri “Masyarakat Bojong
Menggugat” menuntut keadilan dari PDAM. Mereka meminta jatah pasokan air bersih
ditingkatkan, sehingga bisa dinikmati lebih banyak warga. Pasalnya, daerah
mereka yang punya mata air, yakni di Desa Cijanun dan Cihanjawar, tapi justru
tak merasa mendapatkan manfaatnya.
Rombongan masyarakat itu
diterima Ketua Komisi II Alaikassalam, SH.I (Fraksi PKB), didampingi oleh Fitri
Maryani (Fraksi Gerindra), Dedi Sutardi (Fraksi PKS), Conrad Surawijaya (Fraksi
DPN), dan Agus Sugianto, SE (Fraksi Berani). Turut mendampingi Komisi II,
Zaenal Arifin (Fraksi PKB) dan Zusyef Gusnawan, SE (Fraksi Gerindra), karena
kebetulan kedua anggota Komisi IV itu berasal dari Dapil IV, yang sangat
memahami persoalan masyarakat Bojong.
Ketua komunitas masyarakat
Bojong Rian Arianto dan Sekretaris Cecep
Munawar, secara bergiliran menyampaikan kekecewaannya, karena merasa mengalami ketidakadilan
akibat kinerja atau pengelolaan air PDAM. Ia menegaskan, pada saat Musrenbang
kecamatan, pihaknya sudah menuntut keadilan, tapi belum terealisasi hingga
sekarang.
“Air dari Cijanun dan
Cihanjawar mengalir hingga ke kota Purwakarta, tapi ironisnya hampir seluruh 14
desa di wilayah Kecamatan Bojong tidak dapat menikmati faslitas tersebut. Kami
minta harus ada keadlian antara hulu dan hilir,” ujar Rian.
Diterangkannya, biaya pemasangan air PDAM di pinggir jalan sebesar Rp. 1,7 juta. Sedangkan yang lokasi rumahnya masuk lebih ke dalam, bisa mencapai Rp. 2,5 juta bahkan lebih, tergantung penambahan panjang pipa yang dibutuhkan.
Selain itu, kata Rian,
pihaknya juga berharap Komisi II bisa memfasilitasi, sehingga masyarakat
dilibatkan dalam pengelolaan air PDAM tersebut.
“PDAM bisa mengajak Pemerintahan Desa yang punya mata air atau Bumdes
setempat, sehingga nantinya bisa meningkatkan Pendapatan Desa,” harapnya.
Sementara itu, menurut
Cecep Munawar, selain mencari keuntungan, tentunya ada sisi sosial yang diemban
PDAM. Soalnya, dari sebanyak 1300 KK warga Bojong, hanya sekitar 250 KK saja yang baru mendapat pasokan air bersih.
PDAM menunggu sampai 10 konsumen, baru bisa dilayani.
“Masalahnya, tidak semua
warga berkemampuan. Lalu, yang tidak mampu apa tidak bisa diberi keringanan
dengan cara mencicil? “tanyanya.
Selain itu, Cecep Munawar
yang akrab disapa Gus Mun mengatakan, ada desa yang lokasi georafisnya berada
di atas atau lebih tinggi dari lokasi mata air. Hal ini membuat warga desa tersebut
sama sekali tak tersentuh air bersih. “Secara teknis tentu manajemen PDAM tentu
lebih tahu, bagaimana mengatasi hal tersebut?” ujarnya.
Ketua Komisi II Alaikassalam menerangkan, akhir tahun lalu pihak DPRD dan Bupati telah memutuskan PDAM menjadi Perumda Air Minum Gapura Tirta Rahayu. Ia berharap, dengan berubahnya badan hukum yang dimiliki, PDAM memang bisa bekerja lebih profesional.
“Komisi II secepatnya akan
menggelar rapat kerja dengan PDAM dan meminta mereka untuk memberi peluang
kepada desa-desa yang punya mata air, agar bisa dilibatkan dalam pengelolaan
demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bojong,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama,
Fitri Maryani juga menjelaskan, Perda Perumda Air Minum Gapura Tirta Rahayu
mengacu pada PP No. 54 / 2017. Selain merubah badan hukum, lanjutnya, PDAM juga mengalami perubahan syarat dan
ketentuan SDM-nya, juga dituntut untuk transparan dalam laporan keuangannya.
Namun, yang mengatur tentang teknis ada Perda tersendiri, yakni Perda SPAM Tahun
2019.
“Di dalam Perda Perumda
Air Minum Gapura Turta Rahayu yang tinggal menunggu evaluasi gubernur, memang
ada pasal yang memungkinkan PDAM bisa bekerja sama dengan pihak lain atau desa
setempat,” jelasnya.
Fitri juga menyebut anggota
Komisi IV Zaenal Arifin dan Zusyef Gusnawan, yang berasal dari Dapil IV, memang
selalu menyuarakan permasalahan atau keinginan masyarakat Bojong, ketika
pembahasan Perda tersebut. (Humas DPRD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar