Jumat, 24 Januari 2020

IGRA Minta Bunda Paud Dihidupkan Kembali



Purwakarta – Pengurus Daerah IGRA (Ikatan Guru Raudhatul Athfal) minta Bunda PAUD di Purwakarta, yang digagas pemerintah pusat pada awal Tahun 2000 lalu dapat dihidupkan kembali. Hal itu disampaikan Ketua IGRA Enung Siti Nurjanah, S.Pd saat beraudiensi dengan Komisi IV DPRD Purwakarta.

Enung mengatakan, beberapa waktu lalu Istri Wabup H. Aming, telah dilantik untuk menjadi figur Bunda PAUD Kabupaten Purwakarta, di Gedung Sate, Jawa Barat, tapi sampai detik ini tidak pernah terdengar kiprahnya. “Saya berharap, Komisi IV bisa memfasilitasi kami, sehingga Bunda PAUD di Purwakarta bisa dihidupkan kembali,”ujar Enung.

PD IGRA ini diterima Sekretaris Komisi IV DPRD Purwakarta Ir. H. Arief Kurniawan (Fraksi PKS) dan anggota lainnya, yakni  Yanthi Nurhayati, S.Pd, Zaenal Arifin (Fraksi PKB), Zusyef Gusnawan, SE,( Fraksi Gerindra) dan Muksin Junaedi (Fraksi di ruang Rapat Gabugan Komisi, Jumat (24/01/2020).

Aref Kurniawan memberikan apresiasi kepada PD IGRA sekaligus berjanji akan memfasilitasi berbagai aspirasi mereka yang disampaikan melalui DPRD. “Komisi IV sering menjadi penampung aspirasi masyarakat, karena bidang Kesra memang erat kaitannya dengan kepentingan masyarakat luas, ” jelasnya.


Zaenal Arifin juga menyampaikan, pihaknya akan membahas aspirasi IGRA ini di Komisi IV dan  berjanji akan menyampaikan kepada pihak terkait, terutama dinas pendidikan. “Maklum, kita tidak mengeksekusinya sendiri, karena pos anggarannya ada di Dinas Pendidikan,”ujarnya.

Terkait persoalan IGRA, Muksin Junaedi mengatakan, ada dualisme pemahaman tentang dunia pendidikan. Secara struktur organisasi IGRA ada di bawah Kementerian Agama, tapi anggaran ada di Dinas Pendidikan.

“Artinya, kita menghadapi persoalan di tengah-tengah persoalan yang besar. Tahun 2020 ini ada anggaran sekitar Rp. 635 juta untuk IGRA/PAUD/TK dan sejenisnya.  Tapi, seperti yang sudah-sudah ini jadi ajang rebutan lembaga-lembaga pendidikan terkait, karena dualisme pemahaman tadi,”tuturnya. “Dan ujung-ujungnya IGRA tak kebagian,”jelasnya.

Perlu diketahui, kata Muksin, tugas DPRD hanya mengeplot anggaran, sedangkan eksekusinya adalah dinas terkait. “Tupoksi kita selanjutnya hanyalah mengawasi saja,” ujarnya, seraya menerangkan, tanpa tahu bagaimana cara dinas terkait membagi-baginya.

Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang, 20 % APBN adalah untuk dunia pendidikan. Namun, kenyataannya tidak semuanya dipergunakan untuk pendidikan. Ada sebagian yang masuk ke Kementerian Agama (Kemenag). “Nyatanya, kalau sudah masuk ke Kemenag, tidak semuanya diperuntukkan peningkatan mutu pendidikan, tapi lebih sering untuk alat peraga, pembangunan / perbaikan fisik gedung, mengurus persoalan haji dsb,”terangnya.


Sementara itu, sebagaimana diketahui Bunda PAUD adalah predikat yang diberikan kepada istri kepala pemerintah dan kepala daerah (Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, Kepala Desa/Lurah) atau disandang langsung oleh kepala pemerintahan dan kepala daerah perempuan yang merupakan penggerak utama dalam pembinaan layanan pendidikan bagi anak usia dini.  

Peran Bunda PAUD adalah simbol sekaligus mitra utama dalam gerakan nasional PAUD berkualitas, diharapkan dapat memotivasi msyarakat dan para pemangku kepentingan untuk menyediakan layanan PAUD yang berkualitas. Tokoh ini di tingkat kabupaten/kota, diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran, sosialisasi, dan pergerakan pelaksanaan PAUD. Ironisnya, sampai sekarang banyak masyarakat yang belum memahami konsepsi tentang Bunda PAUD ini.

Enung yang didampingi Ketua PC IGRA se Kabupaten Purwakarta, juga menyoal tidak adanya insentif terhadap guru-guru IGRA, padahal di daerah-daerah lain sudah ada. “Saya berharap Komisi IV bisa memfasilitasi kami dengan melakukan study banding tentang hal ini ke daerah tetangga seperti Karawang, lebih jauh lagi ke Jember, Jawa Timur, yang sudah memberikan insentif kepada guru-guru IGRA,” harap  Enung.


Selain itu, Enung juga menyorot begitu maraknya lembaga Bimba (Bimbingan Belajar) anak usia dini di Purwakarta. Mereka umumnya, menargetkan anak masuk SD sudah bisa membaca. “Padahal, menurut pakar atau praktisi pendidikan, tidak baik memaksa anak bisa membaca sebelum masuk SD,”jelasnya. “Sebaiknya pemerintah daerah mengatur secara ketat tentang regulasi pendirian Bimba di Purwakarta,”tegasnya.

Ketua PD IGRA dalam kesempatan yang sama juga mengharapkan reward dari pemeritah daerah, karena prestasi mereka menjadi juara I Tahfidz Al’ Quran se—Jabar. Pemberian reward, katanya, tidak mesti dalam bentuk uang, tapi bisa juga sebagai penunjang persyaratan ketika RA tersebut akan diakreditasi.

“Sekarang ini banyak lembaga pendidikan RA abal-abal, asal punya bangunan, tapi 8 standarisasinya masih dipertanyakan, “ujarnya.

Diterangkannya, di Purwakarta saat ini jumlah lembaga pendidikan RA sebanyak 227 lembaga, tapi yang terakreditasi baru 73. Sedangkan jumlah guru 1001 orang dan guru ASN hanya 13 orang. “Sisanya adalah orang yang mengabdi demi perkembangan RA, rata-rata lulusan S1, tapi belum tersentuh perhatian pemerintah,”ujarnya.  (Humas DPRD)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar